Jumat, 17 Februari 2012

Paringkelan dan Pasaran

Dalam kehidupan masyarakat Jawa pada jaman dahulu terdapat banyak macam sistem perhitungan hari. Sistem tersebut diantaranya adalah Paringkelan (memiliki 6 hari dalam satu siklus = Sadwara) dan Pasaran (memiliki 5 hari dalam satu siklus = Pancawara).

Kedua jenis penanggalan ini yang paling memiliki dampak sosial bermasyarakat karena sistem paringkelan memuat kapan saat yang tepat bagi manusia untuk melakukan aktivitas dan pasaran menyatakan kapan sebuah pasar bisa diselenggarakan.

Paringkelan terdiri atas :

  1. Tunglé (daun) memandu masyarakat dalam memelihara / berbisnis tanaman pertanian
  2. Aryang (manusia) untuk kegiatan sosial bermasyarakat
  3. Wurukung (hewan ternak/rajakaya) fokus untuk usaha peternakan termasuk dalam pemasaran ternak rajakaya (kerbau, sapi, kuda, kambing, domba)
  4. Paningron (ikan air tawar) fokus dalam pemeliharaan dan bisnis ikan
  5. Uwas (unggas) fokus pada usaha peternakan unggas
  6. Mawulu (benih) fokus pada penanaman
Bagi masyarakat Nuswantara yang agraris, panduan dalam paringkelan sangat diperlukan. Hal ini bukan berarti semua orang berbondong-bondong harus melakukan hal yang sama di masing - masing hari tersebut. Melainkan hanya sebagai "saran" apa yang sebaiknya dilakukan.

Coba kita lihat, pada masing - masing hari terdapat kekhususan. Ada untuk keperluan bertani dan beternak, serta ada satu hari khusus untuk kegiatan sosial kemasyarakatan.

Dengan demikian interaksi antar manusia lebih terarah. Para pedagang, petani, dan peternak memiliki hari masing2 untuk memasarkan komoditasnya. Tidak ada monopoli oleh kelompok tertentu. Setiap orang memiliki hak-nya untuk berkegiatan ekonomi yang dijamin oleh pembagian hari tersebut.

Penanggalan yang kedua adalah Pasaran, yang terdiri atas :

  1. Kliwon
  2. Pon
  3. Wage
  4. Pahing
  5. Legi
Daerah yang besar (Ibukota / Kutharaja) sebagai pusat perekonomian akan memiliki hari pasaran Kliwon untuk membuka / menyelenggarakan aktivitas jual beli. Nah di keempat daerah (wewengkon)yang mengelilinginya akan memiliki masing - masing satu hari pasarannya sendiri. Hal ini berarti dalam setiap hari pasaran, akan ada arus manusia dan barang menuju ke masing masing titik. Pada pasaran Kliwon, semua orang akan berbondong - bondong menuju ke pusat kota. Pada hari pasaran yang lain, semua orang akan berbondong - bondong menuju daerah diselenggarakannya pusat jual beli di pinggiran kota.

Dengan demikian kegiatan ekonomi akan menyebar rata ke seluruh wilayah dan tidak dimonopoli oleh wilayah tertentu sehingga perkembangan masing - masing wilayah akan merata. Coba perhatikan peta Jawa dan amati letak pasar - pasar tradisional yang masih memiliki nama aslinya (Pasar Kliwon, Pasar Wage, dsb), ternyata sistem pasaran ini akan sambung menyambung seperti membentuk rantai dengan wilayah / daerah tetangga. Makin jelas pula bahwa sistem pasaran ini adalah usaha pemerataan ekonomi agar tidak terpusat di satu tempat dan mengakibatkan daerah lain tidak berkembang.

1 komentar:

  1. Di daerah saya, Nganjuk, Wage pasar Nganjuk kota, Kliwon pasar Ngrajek, Legi pasar Karangsemi, Paing pasar warujayeng, dan Pon pasar Gondang. Jadwal periodik itu masih berlaku hingga saat ini, 2020.

    BalasHapus